KOMPAS.com - Belahan bumi utara dan selatan sama-sama menghadapi cuaca ekstrem. Saat ini terjadi ekstrem dingin di belahan utara, seperti China mengalami cuaca dingin terburuk dalam 28 tahun terakhir dan Timur Tengah mengalami badai salju terburuk dalam 30 tahun terakhir. Sebaliknya, di belahan selatan, gelombang panas ekstrem menghantam Australia.
Fenomena yang terjadi merupakan ulangan. Ini menunjukkan fenomena alam berlangsung normal," kata Zadrach Ledoufij Dupe dari Departemen Meteorologi, Institut Teknologi Bandung (ITB), ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (10/1/2012).
Zadrach mengatakan, dibutuhkan kelengkapan data statistik untuk mengetahui fenomena cuaca ekstrem yang menyengsarakan tersebut. Ada kemungkinan di antara enam komponen iklim sekarang makin terusik. Hal itu mengakibatkan perubahan iklim yang meningkatkan intensitas cuaca ekstrem.
Badan Meteorologi China menyebutkan, sejak akhir November 2012, suhu rata-rata musim dingin di China 3,8 derajat celsius di bawah nol atau 1,3 derajat lebih dingin daripada suhu rata-rata tahun-tahun sebelumnya. Kantor berita Xinhua, Sabtu (5/1/2012), mengutip pernyataan resmi Badan Meteorologi China, menyebutkan suhu musim dingin kali ini paling buruk dalam 28 tahun terakhir.
Sejumlah negara di Timur Tengah mengalami gelombang dingin ekstrem, di antaranya menyebabkan banjir bandang di sejumlah wilayah dan badai salju terburuk.
Jordania, salah satu negara di Timur Tengah, menetapkan Rabu (9/1/2012) sebagai hari libur nasional. Ini karena cuaca sangat dingin. Ibu kota Jordania, Amman, juga tertutup tumpukan salju. Pengamat cuaca di Jordania menyebutkan, badai salju kali ini terburuk dalam 30 tahun terakhir.
Kondisi sebaliknya, cuaca panas ekstrem, berlangsung di beberapa negara bagian Australia, antara lain Tasmania, Victoria, New South Wales, dan Queensland. Saat ini ribuan warga Australia mengungsi akibat gelombang panas yang menyebabkan kebakaran. Puluhan ribu hewan ternak menjadi korban amukan api.
Suhu tertinggi pada Jumat (4/1/2012), di ibu kota Tasmania, Hobart, mencapai 41,8 derajat celsius. Ini suhu tertinggi sejak pencatatan cuaca dilakukan awal 1880-an.
Cuaca dingin ekstrem dengan periode ulang terjadi di China dan Timur Tengah. Namun, pemecahan rekor terjadi pada kondisi cuaca panas ekstrem dengan suhu tertinggi di Australia.
Enam komponen
Zadrach memaparkan, enam komponen perubahan iklim meliputi atmosfer (udara), litosfer (daratan), hidrosfer (perairan), kriosfer (tutupan es), biosfer (makhluk hidup), dan humanosfer (manusia). Penyebab cuaca ekstrem secara umum dapat dikaitkan dengan terusiknya satu atau beberapa dari enam komponen iklim tersebut.
Humanosfer, menurut Zadrach, merupakan komponen perubahan iklim akibat ulah manusia yang saat ini paling berperan. Namun, menunjuk penyebab pasti cuaca ekstrem tidak sesederhana itu.
Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian mengatakan, fenomena alam berupa gelombang Rossby di wilayah kutub hingga subtropis di Eropa bergerak ke timur.
"Fenomena pergerakan gelombang Rossby ini yang menimbulkan gelombang dingin dan cuaca dingin di wilayah Rusia serta China hingga terjadi banjir dan badai salju di Timur Tengah," kata Edvin.
Belum ada kecukupan data untuk menunjuk penyebab pasti kejadian cuaca ekstrem, seperti suhu rata-rata musim dingin di China menjadi 3,8 derajat celsius di bawah nol atau 1,3 derajat lebih dingin dari rata-rata sebelumnya.
Badai salju terburuk dalam 30 tahun di Timur Tengah dapat dijelaskan. Edvin mengatakan, badai salju bisa disebabkan fenomena cold surge (seruak dingin).
Seruak dingin adalah pergerakan angin dari wilayah dingin dengan tekanan tinggi ke wilayah yang lebih panas dengan tekanan lebih rendah. Perbedaan tekanan udara mengakibatkan aliran udara. Perbedaan tekanan yang cukup tinggi bisa menyebabkan aliran udara menjadi angin kencang yang berlanjut menjadi badai salju.
Banjir bandang di Timur Tengah dipicu pengembunan akibat pertemuan udara dingin dan panas. Pengembunan menimbulkan hujan.
Ketika massa uap air hasil pengembunan dari seruak dingin berlimpah, terjadilah hujan lebat. Ini yang menimbulkan banjir bandang, seperti terjadi di Tepi Barat, Palestina, Selasa (8/1). Dua perempuan yang sedang menumpang taksi di Tepi Barat tewas diterjang banjir bandang.
Sementara suhu panas di Australia, Edvin mengatakan, hal itu disebabkan udara kering di wilayah Australia selatan yang sedang menerima sinar matahari terdekat selama berada di selatan khatulistiwa. Kebakaran pun mudah tersulut.
Variabilitas iklim dan cuaca kian hari kian menegangkan. Supaya tidak makin menyengsarakan, menurut Zadrach, sebaiknya manusia mengurangi kesalahan dan tidak mengusik enam komponen iklim.
Anda sedang membaca artikel tentang
Iklim Global Makin Kacau
Dengan url
http://coffeeasoy.blogspot.com/2013/01/iklim-global-makin-kacau.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Iklim Global Makin Kacau
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar